KESEPAKATAN AKSI ALPHA

Ayo Ikut Berpartisipasi Dalam ALPHA!

SOSIALISASI HERO

HIV AIDS, End Right Now!

TEMU RIANG ANGGOTA FAD BULELENG

Temu Riang Anggota FAD Buleleng Kedua yang dihadiri oleh badan pengawas, anggota aktif FAD Buleleng, dan anak-anak kurang mampu di wilayah Panji.

PEMILIHAN DUTA ANAK DAN SIDANG ANAK KAB. BULELENG 2018

Lima Duta Anak Kab. Buleleng 2018.

LITERASI ALPHA

Awareness Let People Help Autism

Jumat, 27 Juni 2025

Menggali Akar Permasalahan Literasi dan Upaya Meningkatkannya Sejak Usia Dini

Menggali Akar Permasalahan Literasi dan Upaya Meningkatkannya Sejak Usia Dini

Sholeh et al (2021) berpendapat bahwa literasi merupakan suatu kemampuan terhadap keaksaraan seperti menulis, membaca, berbicara, maupun memahami maksud dan isi bacaan atau perkataan yang berkaitan dengan keterampilan kognitif seseorang. Literasi membaca membantu siswa dalam memahami dan menemukan strategi yang efektif untuk kemampuan membaca, termasuk di dalamnya kemampuan memahami makna dari sebuah bacaan (Kharizmi, 2015).

Namun kenyataanya, anak indonesia masih rendah dalam kemampuan literasi membaca. Pada tahun 2007 berdasarkan hasil penilaian OEDC menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke 48 dari 56 negara yang artinya posisi Indonesia sangat memprihatinkan jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Kondisi ini menempatkan Indonesia pada peringkat ke 57 dari 65 negara yang dinilai oleh OEDC pada tahun 2010. Tahun 2012 dan 2015 hasil masih sama yaitu peserta didik Indonesia masih memiliki kemampuan membaca yang rendah (Abidin, 2018). Rendahnya minat membaca tentu sangat berdampak pada rendahnya kemampuan literasi membaca. Peserta didik membaca namun belum bisa menangkap maupun memahami makna dari apa yang telah dibacanya.

Faktor Penghambat Kemampuan Literasi Membaca

1. Pengaruh TV dan gadget

Dari hasil wawancara dan observasi, diketahui Anak-anak yang kecanduan TV dan gadget lebih memilih menghabiskan waktu dengan menonton TV atau gadget daripada membaca buku. Gadget dapat membuat anak lebih bersikap individualis karena lama kelamaan menyebabkan lupa berkomunikasi dan berinteraksi terhadap lingkungan di sekitarnya (Simamora, 2016). TV dan gadget merupakan salah satu tantangan yang harus dihadapi pada era sekarang ini, gadget memberikan akses ke berbagai jenis konten digital yang tidak mendukung literasi, seperti video game, media sosial, atau video tanpa nilai edukatif, dapat menghambat perkembangan keterampilan membaca dan pemahaman anak.

2. Motivasi dan minat baca rendah

Ketika seseorang memiliki minat dan motivasi rendah terhadap membaca, mereka cenderung menghabiskan waktu dan energi mereka untuk aktivitas lain yang dianggap lebih menarik (Muktiono, 2003). Ini dapat mengakibatkan kurangnya dedikasi dan komitmen untuk membaca secara teratur, yang pada gilirannya menghambat perkembangan keterampilan literasi membaca. Minat dan motivasi yang rendah dapat menghasilkan pembacaan yang dangkal dan kurang fokus.

3. Kurangnya Perhatian Orang Tua

Kurangnya perhatian orangtua merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi kemampuan literasi membaca anak, hal tersebut membuat peserta didik kesulitan dalam menumbuhkan kemampuan belajar membaca sehingga kesulitan dalam memahami pelajaran yang disampaikan oleh guru dan hasil belajar yang diperoleh menjadi rendah.

Upaya dalam Meningkatkan Kemampuan Literasi Membaca

· Membiasakan membaca sejak dini.
Orang tua atau guru membacakan cerita kepada anak sejak kecil untuk menumbuhkan kecintaan pada membaca dan mengembangkan kemampuan bahasa.

 

· Memberikan pendampingan dan motivasi secara konsisten.
Guru dan orang tua memberikan bimbingan saat membaca dan selalu memberikan dorongan positif agar pembaca merasa dihargai dan termotivasi untuk terus belajar.
 

· Menciptakan lingkungan membaca yang mendukung.
Menyediakan akses mudah ke berbagai jenis buku dan membuat tempat membaca yang nyaman agar pembaca merasa senang dan betah saat membaca.

· Memilih bahan bacaan yang sesuai dengan minat dan kebutuhan.
Memberikan buku atau materi yang relevan dengan minat dan pengalaman pembaca sehingga mereka lebih termotivasi dan mudah memahami isi bacaan.


 

                  Buka buku, buka dunia! 

Senin, 12 Mei 2025

Persetubuhan Anak, Luka Bangsa yang Harus Dihentikan.


Persetubuhan anak adalah kejahatan serius yang merampas masa depan generasi muda. Tindakan ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga meningkatkan luka psikologis mendalam yang sulit disembuhkan. Sayangnya, kasus ini terus terjadi dan bahkan banyak yang tak terungkap. Persetubuhan anak terjadi ketika orang dewasa bahkan terkadang remaja yang lebih tua melakukan hubungan seksual dengan anak di bawah umur, baik secara paksa maupun melalui bujuk rayu. Dalam hukum Indonesia, hal ini dikategorikan sebagai kekerasan seksual, meskipun tanpa kekerasan fisik, karena anak belum dianggap mampu memberikan persetujuan secara sadar. Korban kerap mengalami trauma mendalam, mereka bisa kehilangan rasa aman, merasa kotor atau bahkan menyalahkan diri sendiri. Dalam jangka panjang, ini berdampak pada kesehatan mental, pendidikan dan kehidupan sosial mereka.

Faktor Penyebab:

Minimnya pendidikan seks sejak dini. Anak tidak dibekali pemahaman tentang batasan tubuh                  dan perlindungan diri.

- Lingkungan keluarga yang tidak harmonis. Anak kurang mendapat pengawasan dan kasih                       sayang dari orang tua dan keluarga mereka.

Penyalahgunaan kekuasaan atau kepercayaan, pelaku sering kali berasal dari orang terdekat.

- Pengaruh media sosial dan konten pornografi. Akses bebas tanpa kontrol dapat memicu                             perilaku menyimpang.

- Kemiskinan dan eksploitasi anak. Anak-anak rentan dimanfaatkan demi uang atau tekanan                       ekonomi. 

Pencegahan terjadinya persetubuhan anak:

- Berikan pendidikan seks sesuai usia, agar anak mengenal batas aman tubuhnya.

- Ciptakan komunikasi terbuka dalam keluarga, agar anak berani bicara jika merasa tidak aman.

- Awasi penggunaan gadget dan internet, serta beri edukasi tentang bahaya media digital.

- Bangun lingkungan sosial yang peduli dan responsive terhadap tanda-tanda kekerasan.

Upaya penanggulangan:

- Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku, tanpa pandang bulu.

- Pemulihan psikologi korban melalui layanan konseling, agar mereka bisa pulih dan bangkit.

- Pelibatan lembaga pendidikan dan keagamaan untuk memberikan edukasi dan penguatan nilai moral.

- Pemberdayaan masyarakat dan keluarga dalam melindungi serta mengawasi anak secara aktif.

Persetubuhan anak bukan hanya masalah individu, tapi alarm bagi seluruh bangsa. Mari bersatu, bukan hanya untuk menghukum pelaku, tapi juga menyembuhkan korban dan mencegah tragedi serupa terjadi lagi.

 

Jangan diam saat melihat ketidakadilan, Laporkan, Tindak, Selamatkan.

Rumah Sakit Jiwa Aceh | Berita Pencegahan Pelecehan Seksual Pada Anak

Minggu, 22 September 2024

Remaja di Persimpangan Jalan: Antara Harapan, Tekanan, dan Kesehatan Mental



    Masa remaja adalah fase krusial dalam kehidupan, di mana seseorang berdiri di persimpangan jalan, menghadapi berbagai pilihan yang akan membentuk masa depan. Pada era ini, para remaja sering kali dihadapkan pada harapan besar, baik dari diri sendiri maupun lingkungan, sementara di sisi lain, tekanan yang datang dari keluarga, teman sebaya, media sosial, hingga akademik, membuat beban mereka semakin berat. Oleh karena itu, tak heran banyak remaja merasa kebingungan mencari arah yang benar sambil berusaha menemukan jati diri.  Namun, apa yang sering diabaikan dalam perjalanan ini adalah dampaknya terhadap kesehatan mental mereka.


Harapan adalah sesuatu yang indah dan penting sebagai model yang mendasari pengalaman remaja dalam mengatasi bahkan berkembang di tengah kesulitan. Banyak remaja memiliki mimpi besar, seperti ingin sukses dalam karier, mencapai prestasi akademik, atau memiliki kehidupan sosial yang ideal. Harapan-harapan ini menjadi sumber motivasi yang mendorong remaja untuk terus berjuang dan berkembang. Namun, di balik harapan ini, tersembunyi tekanan yang tidak sedikit. Tekanan dari keluarga agar selalu berprestasi, tekanan dari teman sebaya untuk "menyesuaikan diri", serta tekanan dari media sosial yang sering kali memunculkan standar kehidupan yang terlihat sempurna dan tak realistis. Akibatnya, remaja merasa terjepit antara keinginan untuk memenuhi harapan dan ketakutan gagal di bawah tekanan tersebut.

 Ketika tekanan ini terus bertambah tanpa ada jeda, dampaknya terhadap  kesehatan mental bisa sangat serius. Banyak remaja yang akhirnya mengalami stres, pesimis, bahkan depresi. Stres yang tidak ditangani dengan baik bisa berubah menjadi kelelahan emosional, atau yang sering disebut burnout. Kondisi ini membuat remaja kehilangan semangat dan motivasi, bahkan untuk hal-hal yang dulu mereka nikmati. Tekanan akademik yang datang tanpa henti juga menjadi salah satu pemicu utama burnout, terutama ketika ekspektasi untuk selalu sempurna terus menghantui mereka. 

Lalu, bagaimana agar remaja bisa menemukan keseimbangan di tengah badai harapan dan tekanan ini? Kuncinya adalah menciptakan lingkungan yang mendukung, di mana mereka merasa aman serta nyaman untuk berbicara dan mengekspresikan perasaan tanpa takut dihakimi. Komunikasi yang terbuka dengan keluarga dan teman, serta belajar mengelola stres dengan baik melalui aktivitas seperti olahraga, meditasi, atau menjalankan hobi, bisa menjadi langkah awal yang efektif. Remaja juga harus diajarkan untuk mengatur prioritas, belajar mengatakan "tidak" pada ekspektasi yang tidak realistis, dan memahami bahwa kegagalan adalah bagian dari proses tumbuh.

Selain itu, peran media sosial dalam membentuk persepsi remaja tentang kesempurnaan perlu diperhatikan. Mengurangi paparan terhadap standar-standar yang tidak realistis di dunia maya bisa membantu meringankan tekanan yang mereka rasakan. Jika tekanan sudah sangat berat dan kesehatan mental mulai terganggu, tidak ada salahnya untuk mencari dukungan profesional dari psikolog atau konselor. Bantuan ini bisa menjadi panduan penting bagi remaja untuk kembali menemukan keseimbangan dalam hidup mereka. 

Pada akhirnya, remaja berada di persimpangan jalan antara harapan dan tekanan. Dengan dukungan yang tepat, mereka bisa menemukan jalan terbaik untuk berkembang, tanpa harus mengorbankan kesehatan mental mereka. Remaja tidak harus berjalan sendiri di tengah tantangan ini, karena dengan dukungan dan pemahaman yang tepat, mereka bisa melewati masa ini dengan lebih kuat, berani dan tangguh.

 

Menunjukkan kasih sayang dan kepedulian kepada remaja tanpa melupakan diri sendiri.

~UNICEF Indonesia~