KESEPAKATAN AKSI ALPHA

Ayo Ikut Berpartisipasi Dalam ALPHA!

SOSIALISASI HERO

HIV AIDS, End Right Now!

TEMU RIANG ANGGOTA FAD BULELENG

Temu Riang Anggota FAD Buleleng Kedua yang dihadiri oleh badan pengawas, anggota aktif FAD Buleleng, dan anak-anak kurang mampu di wilayah Panji.

PEMILIHAN DUTA ANAK DAN SIDANG ANAK KAB. BULELENG 2018

Lima Duta Anak Kab. Buleleng 2018.

LITERASI ALPHA

Awareness Let People Help Autism

Minggu, 22 September 2024

Remaja di Persimpangan Jalan: Antara Harapan, Tekanan, dan Kesehatan Mental



    Masa remaja adalah fase krusial dalam kehidupan, di mana seseorang berdiri di persimpangan jalan, menghadapi berbagai pilihan yang akan membentuk masa depan. Pada era ini, para remaja sering kali dihadapkan pada harapan besar, baik dari diri sendiri maupun lingkungan, sementara di sisi lain, tekanan yang datang dari keluarga, teman sebaya, media sosial, hingga akademik, membuat beban mereka semakin berat. Oleh karena itu, tak heran banyak remaja merasa kebingungan mencari arah yang benar sambil berusaha menemukan jati diri.  Namun, apa yang sering diabaikan dalam perjalanan ini adalah dampaknya terhadap kesehatan mental mereka.


Harapan adalah sesuatu yang indah dan penting sebagai model yang mendasari pengalaman remaja dalam mengatasi bahkan berkembang di tengah kesulitan. Banyak remaja memiliki mimpi besar, seperti ingin sukses dalam karier, mencapai prestasi akademik, atau memiliki kehidupan sosial yang ideal. Harapan-harapan ini menjadi sumber motivasi yang mendorong remaja untuk terus berjuang dan berkembang. Namun, di balik harapan ini, tersembunyi tekanan yang tidak sedikit. Tekanan dari keluarga agar selalu berprestasi, tekanan dari teman sebaya untuk "menyesuaikan diri", serta tekanan dari media sosial yang sering kali memunculkan standar kehidupan yang terlihat sempurna dan tak realistis. Akibatnya, remaja merasa terjepit antara keinginan untuk memenuhi harapan dan ketakutan gagal di bawah tekanan tersebut.

 Ketika tekanan ini terus bertambah tanpa ada jeda, dampaknya terhadap  kesehatan mental bisa sangat serius. Banyak remaja yang akhirnya mengalami stres, pesimis, bahkan depresi. Stres yang tidak ditangani dengan baik bisa berubah menjadi kelelahan emosional, atau yang sering disebut burnout. Kondisi ini membuat remaja kehilangan semangat dan motivasi, bahkan untuk hal-hal yang dulu mereka nikmati. Tekanan akademik yang datang tanpa henti juga menjadi salah satu pemicu utama burnout, terutama ketika ekspektasi untuk selalu sempurna terus menghantui mereka. 

Lalu, bagaimana agar remaja bisa menemukan keseimbangan di tengah badai harapan dan tekanan ini? Kuncinya adalah menciptakan lingkungan yang mendukung, di mana mereka merasa aman serta nyaman untuk berbicara dan mengekspresikan perasaan tanpa takut dihakimi. Komunikasi yang terbuka dengan keluarga dan teman, serta belajar mengelola stres dengan baik melalui aktivitas seperti olahraga, meditasi, atau menjalankan hobi, bisa menjadi langkah awal yang efektif. Remaja juga harus diajarkan untuk mengatur prioritas, belajar mengatakan "tidak" pada ekspektasi yang tidak realistis, dan memahami bahwa kegagalan adalah bagian dari proses tumbuh.

Selain itu, peran media sosial dalam membentuk persepsi remaja tentang kesempurnaan perlu diperhatikan. Mengurangi paparan terhadap standar-standar yang tidak realistis di dunia maya bisa membantu meringankan tekanan yang mereka rasakan. Jika tekanan sudah sangat berat dan kesehatan mental mulai terganggu, tidak ada salahnya untuk mencari dukungan profesional dari psikolog atau konselor. Bantuan ini bisa menjadi panduan penting bagi remaja untuk kembali menemukan keseimbangan dalam hidup mereka. 

Pada akhirnya, remaja berada di persimpangan jalan antara harapan dan tekanan. Dengan dukungan yang tepat, mereka bisa menemukan jalan terbaik untuk berkembang, tanpa harus mengorbankan kesehatan mental mereka. Remaja tidak harus berjalan sendiri di tengah tantangan ini, karena dengan dukungan dan pemahaman yang tepat, mereka bisa melewati masa ini dengan lebih kuat, berani dan tangguh.

 

Menunjukkan kasih sayang dan kepedulian kepada remaja tanpa melupakan diri sendiri.

~UNICEF Indonesia~

 

Sabtu, 17 Agustus 2024

Bunuh Diri Bukan Solusi!

 

Bunuh Diri Bukan Solusi!


Nah temen-temen, tau ngga sih kalau tahun ini Buleleng sedang marak kasus-kasus terkait bunuh diri??. Kasus ini tak jarang terjadi pada kalangan anak-anak. Setiap orang yang berkeinginan untuk bunuh diri seringkali disebabkan oleh kondisi psikologi yang buruk seperti sedang mengalami depresi atau overthinking. Mereka pada umumnya tidak benar-benar ingin mati, tetapi mereka hanya tidak ingin hidup dengan luka dan merasakan rasa sakit. Oleh karena itu, banyak sekali kasus kasus Bunuh Diri yang ada di Buleleng, diantaranya yaitu pada bulan Mei 2024 kakak beradik yatim piatu di Kabupaten Kubutambahan ditemukan tewas bunuh diri di Jembatan Tukad Bangkung, Badung  akibat hidup miskin.

 

Sebelum kita dapat mencegah seseorang melalukan bunuh diri, kita harus tau tanda-tanda orang yang cenderung ingin bunuh diri, berikut adalah tanda-tanda yang patut diwaspadai dan dicurigai:

  1.  Menyalahkan diri sendiri atas suatu peristiwa yang telah terjadi, atau percaya bahwa dirinya menjadi beban untuk orang lain 
  2. Perasaan benci, kesal, dongkol atau muak yang amat sangat terhadap diri sendiri 
  3. Menarik diri dari teman-teman, keluarga, atau lingkungan sekitar, termasuk mengurung diri di dalam rumah atau di dalam kamar 
  4. Berkurangnya nafsu makan secara drastis dan berkurangnya berat badan tanpa disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti diet atau sakit 
  5. Kehilangan minat pada hal-hal yang biasanya disenangi

Jadi, kalau kerabat dekat kalian mengalami perubahan prilaku secara drastis, suasana hati, dan penampilan, maka kalian harus curiga yaa, jangan sampai kerabat kalian malah mencari solusi 

Oh iya, ketika kalian merasa ada kerabat yang menunjukkan tanda-tanda ingin bunuh diri. Kita harus mengetahui langkah yang bisa dilakukan sebagai upaya pencegahan bunuh diri. Adapun langkah-langkahnya yaitu:

  1. Mengajak diskusi dan menjadi pendengar yang baik 
  2. Ajak untuk menemui psikolog atau psikiater 
  3. Mengidentifikasi Akar Masalah dan mencari solusi yang lebih baik 
  4. Ajak untuk menerapkan Self-Reflection dan Introspeksi 
  5. Hindari ikut campur terhadap masalah, alias tidak menanyakan hal-hal yang bersifat pribadi.

2.    


Ingat ya teman-teman, Bunuh Diri Bukanlah Solusi untuk menghilangkan luka di hati, masih banyak upaya positif yang bisa diterapkan untuk memperbaiki. Jangan sampai dan jangan pernah teman-teman memilih bahkan berfikir ingin bunuh diri, karena hal ini akan mempengaruhi sosial dan emosional pada keluarga juga masyarakat, contohnya perilaku bunuh diri memberikan trauma pada orang terdekat atau sekitarnya. Orang yang ditinggalkan akan cenderung terganggu psikisnya, sehingga mencari sebuah pembenaran atas bunuh diri tersebut dan memicu untuk melakukan hal yang serupa, selain itu Keluarga dan teman-teman yang ditinggalkan oleh korban bunuh diri seringkali mengalami perasaan kehilangan, kesedihan, dan trauma.

Sekali lagi, ingat! Bunuh Diri Bukanlah Solusi!

~Kamu Selalu punya kuasa untuk mengatakan: Ini bukanlah akhir ceritaku~

 

 

Referensi:

Klikdokter. (n.d.). Cara Tepat Menghadapi Orang yang Mencoba Bunuh Diri. Diakses pada 14 Agustus 2024, dari https://www.klikdokter.com/psikologi/kesehatan-mental/cara-tepat-menghadapi-orang-yang-mencoba-bunuh-diri?srsltid=AfmBOorjopVN4nCc5AyCkQn7ZOjWYjBpxdfoaME-RjOafeG5GbvIHpvf

Alodokter. (n.d.). Pertolongan Pertama Mencegah Bunuh Diri. Diakses pada 15 Agustus 2024, dari https://www.alodokter.com/pertolongan-pertama-mencegah-bunuh-diri

CPMH Psikologi UGM. (2021). Panduan Pertolongan Pertama Pencegahan Bunuh Diri (Versi 1). Diakses pada 15 Agustus 2024, dari https://cpmh.psikologi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/sites/638/2021/11/Panduan-Pertolongan-Pertama-Pencegahan-Bunuh-Diri_v1.pdf

Kementerian Agama Kabupaten Boalemo. (2023). Bunuh Diri Bukan Solusi: Mengatasi Masalah dengan Cara yang Sehat dan Konstruktif. Diakses pada 15 Agustus 2024, dari https://boalemo.kemenag.go.id/post/bunuh-diri-bukan-solusi-mengatasi-masalah-dengan-cara-yang-sehat-dan-konstruktif

 

 

 

 

Minggu, 28 Juli 2024

Ini Kekerasan Seksual atau Pelecehan Seksual ya?

 


Kerap kali kita membaca,mendengar, melihat atau bahkan merasakan perilaku bernuansa seksual di lingkungan sekitar. Sekarang coba bayangkan jika kalian menjadi korban atas perilaku ini! Hum, ini masuk ke Pelecehan Seksual atau Kekerasan ya? Atau kedua-duanya? Sayangnya, masih banyak masyarakat yang menyamakan persepsi mereka tentang Kekerasan Seksual dan Pelecehan Seksual. Padahal kedua bentuk perilaku tersebut tentunya berbeda lho. Mau tau apa perbedaannya? Yuk, simak terus!

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, kekerasan seksual adalah suatu perilaku yang menyasar Organ Seksual atau seksualitas seseorang tanpa adanya persetujuan, pemaksaan prostitusi dan juga menggunakan paksaan atau ancaman kepada korbannya, termasuk perdagangan perempuan dengan tujuan seksual. Pelaku kekerasan seksual tidaklah memandang gender. Baik itu Perempuan, laki-laki, remaja, dewasa bahkan lansia dapat menjadi pelaku kekerasan seksual. Kekerasan seksual dapat terjadi Dimana saja dan kapan saja. Di rumah tangga, sekolah, ataupun Masyarakat. Kekerasan seksual dapat berpengaruh besar terhadap di korban. Korban dapat mengalami trauma fisik maupun psikis. Dimana trauma psikis apabila tidak ditangani akan berpengharuh terhadap kehidupan si korban.

Sementara itu, menurut Komnas Perempuan pelecehan seksual adalah segala perilaku yang bernuansa seksual, baik secara kontak fisik maupun non-fisik, yang membuat korbannya merasakan ketidaknyamanan, tersinggung atau direndahkan martabatnya, hingga mengakibatkan gangguan  psikis si korban.  Sama seperti kekerasan seksual, pelecehan


seksual juga dapat terjadi Dimana saja dan oleh siapa saja. Mau itu di rumah oleh keluarga, di sekolah oleh guru atau teman dan juga di fasilitas umum oleh orang dikenal atau orang yang tidak dikenal. Pelecehan seksual menekankan pada perilaku cat calling atau suatu perilaku untuk mengambil perhatian lawan jenis dengan cara memanggil, namun membuat pihak kedua merasa tersinggung karena dipanggil dengan tidak sopan. Selain itu Pelecehan seksual juga terjadi dalam bentuk verbal, yaitu obrolan atau pembahasan yangb bernuansa seksual. Hal ini sering dilakukan pihak pertama(pelaku) kepada pihak kedua(korban) untuk memuaskan nafsu belaka.

Bagaimana sobat, bisakan membedakan antara Pelecehan seksual dan Kekerasan Seksual? Walaupun berbeda, namun kedua jenis perilaku tersebut harus kita hindari untuk dipraktekan ya. “Lalu apabila kami menjadi korban, bagaimana dong?”. Apabila kalian menjadi korban dari kedua perilaku tersebut jangan malu untuk menceritakan kepada orang tua dan pihak yang berwenang ya sobat. Karena bagaimanapun itu, Tubuhmu adalah Hakmu.