Sabtu, 28 April 2018

AUT.IS.ME atau OUT.IS.ME

(Yuk, Menyingkap dan Menyikap Autisme!)
 
Autisme adalah gangguan yang menyebabkan sesesorang sulit berkomunikasi dengan dunia luar. Biasanya gejalanya sudah terlihat sejak sebelum berusia 3 tahun. Dan ini adalah saat terberat menjadi orangtua dari Anak dengan kebutuhan khusus, autisme. Berdasarkan informasi dari Yayasan Autisme Indonesia, autisme biasanya membuat anak tidak dapat secara otomatis belajar untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya, sehingga ia seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri.

Pernah merasa frustasi karena saudara kecil kita mengeksplor dunia dengan caranya yang 'nakal'?, bicara melulu tak kenal henti, merobek-robek, memanjat jendela, berlari kesana kemari, menarik-narik baju meminta sesuatu hingga tidak mau tidur karena masih asyik mengobrol? Apa yang kita rasakan? Lelah? Ingin marah? Apalagi di tengah rutinitas pekerjaan dan hal-hal lain yang juga harus dilakukan. Sebelum memarahi saudara yang sedang berusaha mengenal dunia itu, coba sesekali kunjungilah pusat-pusat terapi anak berkebutuhan khusus (ABK). Duduk saja disitu satu jam, dengarkan para orangtua yang sedang menunggu anaknya, sembari mengobrol.
Mereka, adalah orang-orang kuat yang punya keinginan sederhana. "Yah, setidaknya dia bisa bertahan hidup, kalau saya meninggal nanti..." "Enggak perlu-lah pintar matematika, bahasa, atau fisika, yang penting bisa membuat KTP sendiri, bisa keluar dan pulang sendiri, serta bisa menghasilkan uang secukupnya saja, sudah tenang..." "Rasanya saya cuma mau bisa mengobrol dengan dia, seperti orang lain.." begitu biasanya hal-hal yang terucap dari bibir orang-orang hebat itu.
Tak ada lelahnya, tak ada kata menyerah, buat mereka. Sebab, anak mereka, spesial. Dan yang harus dilakukan pun teramat spesial dalam membesarkan anak-anak itu. Akan malu sekali hati kita, saat mengeluh karena saudara kita sedang 'nakal-nakal nya'. Karena 'kenakalan' yang dia alami ini, adalah dambaan para orangtua tersebut. 
Bersyukurlah, dan berempatilah. Misalnya dengan berhenti menggunakan kata "autis" untuk menggambarkan orang yang asyik sendiri. Atau menyebut anak-anak spesial dengan "idiot" atau "anak aneh". Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitif, aktivitas, dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993).
Dengan pengertian tersebut, apakah sesuai jika digunakan sebagai seseorang yang berperilaku “negatif” atau “rebel”? Tidak seharusnya penggunaan kata “autis” dijadikan candaan sehari-hari, Bayangkan saja perasaan orangtuanya, yang sudah lelah membesarkan anak dengan kebutuhan khusus tersebut. Apa rasanya, jika kita ada di posisi itu?
Sebab kita belum tentu kuat. Menerima apa adanya, dan terus berusaha agar anak yang mengalami kesulitan berinteraksi ini, setidaknya mampu hidup mandiri saja, sudah merupakan hal yang luar biasa. Belum lagi tekanan dari lingkungan sekitar, rasa bersalah dan rasa iri melihat anak-anak lain yang bisa bermain dan berkomunikasi dengan baik.
Jadi bukan tak mungkin kita membantu, mengurangi beban yang harus mereka tanggung, bahkan dengan hal kecil seperti jadi pendengar dan pembicara yang baik untuk setiap kisah yang mengalir sendu dari mulut-mulut mereka serta kepada sesama kita tentang mereka. Mari kita jadi bagian dari orang-orang yang peduli terhadap sesama, tanpa membedakan apapun. Karena seperti kata Miss Grandin "They're different, but not less.."

Duta Anak Buleleng Bid. Perlindungan Khusus, Arnold Keane.

0 komentar:

Posting Komentar